ADV 300x250 KS

Header Kominfo

 


Tudang Sipulung di Maros: Jejak Budaya yang Dirajut, Nilai Leluhur yang Disemai

By_Admin
Minggu, Juli 06, 2025 WIB Last Updated 2025-07-06T06:26:36Z
 

MAROS – Gau Maraja Leang-Leang 2025 menjadi panggung penting kebudayaan di Sulawesi Selatan. Tak hanya sekadar seremoni, forum Tudang Sipulung yang digelar oleh Perkumpulan Wija Raja La Patau Matanna Tikka (PERWIRA–LPMT) ini menghidupkan kembali semangat musyawarah adat lintas trah dan generasi.

Bertempat di Aula Kantor Bupati Maros, pada Sabtu–Minggu, 5–6 Juli 2025, kegiatan ini membawa tema besar:
“Merajut Jejak, Menyemai Makna: Inisiatif Kolaboratif Menuju Tata Kelola Kebudayaan Daerah.”

Dalam dua sesi yang berlangsung pagi dan siang, para tokoh adat, akademisi, dan perwakilan trah dari berbagai daerah—mulai dari Sulawesi Selatan, Sulbar, Kalbar, hingga komunitas trah di luar Pulau Sulawesi datang membawa satu semangat: menyatukan kembali sulur-sulur budaya yang pernah nyaris terputus.

Dukungan Penuh dari Pemerintah Daerah

Bupati Maros, H.A.S. Chaidir Syam, dalam sambutannya menyebut Tudang Sipulung bukan hanya mengenang masa lalu.

“Ini bukan sekadar mengenang leluhur, tetapi gerakan nyata untuk merancang masa depan budaya kita,” tegasnya.
“Kami di Pemkab Maros mendukung penuh agar nilai-nilai luhur ini terintegrasi dalam kebijakan dan pembangunan.”

Diskusi, Refleksi, dan Rencana Nyata

Sesi pagi diisi dialog terbuka bersama para tokoh penting, seperti:

Ketua Umum PERWIRA–LPMT Andi Safry Pammulu, Ph.D.
Prof. Dr. Isnunandar (Kementerian)
Perwakilan Dinas Kebudayaan Sulsel
Akademisi dari FIB Unhas
Lembaga adat se-Sulawesi Selatan

Mereka membahas pentingnya mendorong Peraturan Daerah (Perda) untuk pemajuan kebudayaan, serta bagaimana membangun mekanisme kolaborasi antar-lembaga adat yang selama ini berjalan sendiri-sendiri.

Sesi siang diisi dengan pemaparan sejarah PERWIRA–LPMT, refleksi budaya dari tiap trah, serta pembahasan internal organisasi mulai dari pembaruan AD/ART hingga rencana pelaksanaan Gau Maraja berikutnya.

Salah satu tokoh yang menyita perhatian adalah Arung Dg. Bundu, dari Trah Buluttana Tinggimoncong. Ia juga pendiri Yayasan Lembaga Adat Ulu Kanayya Ri Bawakaraeng. Dalam pesannya yang menyentuh, ia mengatakan:

“Ini adalah titik balik. Kami dari dataran tinggi Gowa merasa dipanggil untuk menyatukan kembali tali-tali adat yang pernah tercerai.
Harapannya, Tudang Sipulung ini tak sekadar ritual tahunan, tapi kebangkitan nilai dan tata kelola adat yang menyentuh generasi muda.”

Kegiatan ini juga menjadi pengakuan terhadap entitas adat lokal di Maros yang selama ini hidup dan menjaga tradisi secara konsisten, di antaranya:

Kekaraengan Tradisional:

Turikale, Marusu, Bontoa, Simbang, Lau, Tanralili, Tangkuru

Wilayah Bangsawan:

Arung Mallawa, Arung Camba, Arung Cenrana, Arung Labuaja, Waru, Gattarang Matinggi, Balocci

Wilayah Pesisir dan Urban:

Gallarang Moncongloe, Bira, Biringkanaya, Sudiang

Kehadiran mereka menjadi bukti bahwa jaringan kebudayaan Bugis-Makassar—yang menyambung hingga Gowa, Bone, Luwu, Mandar, hingga Jawa dan Arab—masih hidup dan memiliki potensi besar untuk dikembangkan bersama.

Menuju Persaudaraan Adat yang Kuat

Tudang Sipulung ini menegaskan satu komitmen besar:
menjaga persaudaraan antar trah,
menguatkan kolaborasi pelestarian sejarah, dan
menanamkan kembali nilai-nilai leluhur dalam kehidupan generasi masa kini.

Forum ditutup dengan penetapan Gau Maraja Bone 2026 sebagai agenda budaya selanjutnya—tanda bahwa perjalanan ini tidak berhenti di Maros.

PERWIRA–LPMT kini melangkah sebagai simpul silaturahim budaya tingkat nasional, dengan semangat bahwa warisan bukan untuk dikenang, tapi untuk dihidupkan kembali.(Tim/Red) 
Komentar

Tampilkan

  • Tudang Sipulung di Maros: Jejak Budaya yang Dirajut, Nilai Leluhur yang Disemai
  • 0

Update Terkini

Iklan 728x90 KOMINFO AD