INFO TERKINI-Suasana sore di Toko Tani milik AN, warga Kabupaten Bone, mendadak berubah mencekam, Selasa (23/4/2025) sekitar pukul 14.00 WITA. Tujuh pria berpakaian serba hitam tiba-tiba menerobos masuk. Tanpa salam, tanpa perkenalan, mereka langsung mengobrak-abrik isi toko di Jalan Jendral Sudirman, Watampone.
Belakangan, ketujuh orang itu mengaku sebagai anggota Ditreskrimsus Polda Sulsel, baru setelah mereka selesai mengumpulkan dan memilah barang dagangan AN — baik yang masih layak jual maupun yang sudah kadaluarsa — ke satu tempat.
“Kalau memang saya bersalah, saya siap menanggung konsekuensinya. Tapi saya tidak memperdagangkan barang yang sudah kadaluarsa. Mereka justru memanfaatkan itu untuk memeras saya dan keluarga,” ungkap AN dengan suara bergetar.
Tanpa penjelasan resmi, tanpa menunjukkan surat izin penyitaan dari pengadilan sebagaimana diatur Pasal 38 KUHAP, AN digiring ke sebuah warung kopi di seberang tokonya. Di sana, salah satu anggota polisi menudingnya melanggar UU Perlindungan Konsumen, lalu menyodorkan ponsel yang menampilkan angka Rp50 juta.
“Saya tanya untuk apa? Dia cuma bilang, ‘Ya mengerti mako saja’,” cerita AN.
Ketika AN menolak, nominal itu ditekan menjadi Rp15 juta plus “setoran” Rp2 juta setiap bulan. Sebagai “jaminan”, AN dipaksa menandatangani sebuah surat pernyataan, dengan dalih “persyaratan administrasi”. Pelaku bahkan memamerkan daftar nama “keluarga” yang telah mereka rekrut.
LBH Makassar menegaskan, tindakan ini bukan sekadar pelanggaran prosedur, tetapi bisa masuk kategori tindak pidana pemerasan (Pasal 368 KUHP) dan gratifikasi (Pasal 12 huruf e UU Tipikor).
“Ini jelas penyalahgunaan kewenangan. Tidak ada pemberitahuan resmi, tidak ada izin penyitaan, dan ada permintaan uang. Ini bukan hanya masalah oknum, ini masalah struktural,” tegas Muhammad Ansar, Kepala Advokasi LBH Makassar.
Ansar juga mengingatkan bahaya besar dari draf RKUHAP yang sedang dibahas di DPR. Diskresi luas yang diberikan kepada aparat dengan alasan “keadaan mendesak” dinilai rawan melegitimasi praktik seperti yang dialami AN.
AN akhirnya melaporkan MA dan anggota Polda Sulsel lainnya ke SPKT Polda Sulsel, dengan dugaan melanggar Pasal 368 KUHP. Laporan itu teregistrasi dalam STTLP/B/790/VIII/2025/SPKT/Polda Sulsel, tertanggal 12 Agustus 2025.
“Kami menduga korban seperti AN tidak hanya satu, hanya saja mereka takut bicara,” pungkas Ansar.
Sunber Berita : Media LBH makassar