Makassar - Sebuah babak baru dalam dunia pendidikan di Makassar dimulai hari ini, Senin (06/01/2025). Sebanyak 3.280 siswa dari tiga kecamatan mulai menikmati program Menu Makan Bergizi Gratis (MBG). Program yang dirancang sebagai angin segar bagi siswa SD, SMP, dan SMA ini seharusnya menjadi langkah awal menuju masa depan cerah generasi muda. Namun, di balik semarak harapan tersebut, kritik pedas dan tanda tanya besar menghantui program ini.
Makanan Bergizi, Tapi Air Minum dan Sendok Tidak Ada?
Program ini menyajikan menu bergizi lengkap: nasi, lauk ayam, sayur, buah, dan susu dengan estimasi biaya Rp10.000 per porsi. Sebuah inisiatif yang tampak ideal, namun kenyataan di lapangan jauh dari sempurna. LSM PERAK, melalui Koordinator Divisi Pendidikan, Litbang, dan SDM Abd. Malik Al Ansyari, S.Pd, menyoroti kekurangan teknis yang mencolok.  
“Kegiatan aneh, masa dikasih makan tidak dikasih air minum dan disuruh bawa sendok masing-masing,” tegas Malik dengan nada tajam. Siswa-siswi yang seharusnya merasa dimanjakan oleh program ini justru harus membawa peralatan makan sendiri dari rumah. Pertanyaan besar pun muncul: bagaimana mungkin aspek mendasar seperti air minum dan alat makan tidak disediakan?
Dugaan Korupsi Mengintai Program Bergizi
Kritik tidak berhenti di soal teknis. Malik dengan lantang mempertanyakan transparansi anggaran program ini. “Dari APBN pusat, APBD Pemprov/Pemkot, atau dana BOS? Jangan sampai ini jadi ladang korupsi baru,” serunya penuh curiga. Dugaan bahwa ada potensi penyalahgunaan dana mulai mencuat, mengingat elemen-elemen sederhana seperti sendok dan air minum justru absen dari perencanaan.  
Malik juga menuntut pemerintah segera mengevaluasi program ini agar tidak menjadi preseden buruk di masa depan. “Kalau teknis seperti ini saja tidak siap, bagaimana nasib keberlanjutan program ini ke depannya?” tambahnya.
Sekolah-Sekolah Percontohan, Tapi Masih Banyak PR? 
Delapan sekolah dipilih sebagai percontohan uji coba program ini, termasuk SMP 17, SMA 10, dan SDI Sambungjawa. Namun, pemantauan LSM PERAK di lokasi-lokasi tersebut justru menunjukkan betapa minimnya persiapan panitia. Kesan mendadak dan tidak matang mencuat, seolah program ini hanya dikebut untuk mengejar pencitraan.
Meski demikian, LSM PERAK tetap mengapresiasi niat baik pemerintah. Program ini diakui memiliki potensi besar untuk meningkatkan kualitas gizi siswa. Namun, tanpa manajemen yang rapi, program ini justru berisiko menjadi bumerang. (*)








