INFO TERKINI-Di balik kerlap-kerlip lampu dan semarak pesta budaya tahunan Beautiful Malino, sebuah sisi kelam justru menyergap nurani: Malino tak lagi hanya dikenal sebagai kota bunga, melainkan disorot sebagai ladang maksiat yang marak di malam hari.
Acara yang digadang-gadang sebagai ikon pariwisata andalan Kabupaten Gowa ini rupanya menyimpan dosa besar yang mencoreng nilai-nilai luhur masyarakat Bugis-Makassar.
Sabtu malam, 12 Juli 2025. Malino. Lembaga Swadaya Masyarakat GEMA RAKYAT BERSATU (GRB) menyampaikan temuan mengejutkan. Ketua GRB, Risdianto, membeberkan bahwa praktik prostitusi online melonjak tajam selama event berlangsung.
“Kami temukan banyak akun di media sosial dan aplikasi pesan instan yang terang-terangan menawarkan jasa prostitusi kepada pengunjung. Ini bukan sekadar pelanggaran moral, tapi ancaman nyata bagi generasi muda,” tegas Risdianto.
Tak berhenti di situ, tenda-tenda penginapan sementara yang disediakan panitia justru disalahgunakan. Malam hari berubah menjadi arena pesta miras, musik keras, dan aktivitas asusila di balik terpal plastik. Warga pun mulai buka suara.
“Kalau malam, banyak tenda yang bergoyang-goyang, musik keras, dan suara-suara yang tidak pantas. Ini sangat memalukan,” ujar seorang tokoh masyarakat yang meminta namanya dirahasiakan.
Desakan dan Kemarahan Publik
Reaksi keras datang dari berbagai elemen masyarakat, termasuk tokoh agama dan pemuda setempat. Mereka menilai, pemerintah daerah gagal total mengantisipasi efek negatif dari event ini.
“Kami bukan anti wisata. Tapi jangan jadikan pariwisata dalih membiarkan kemaksiatan merajalela. Kalau dibiarkan, ini akan menjadi virus sosial,” tegas salah satu tokoh pemuda Gowa.
LSM GRB mendesak razia besar-besaran dilakukan oleh kepolisian dan Satpol PP, terutama di penginapan tenda, titik hiburan malam, serta jalur-jalur rawan prostitusi online. Tak hanya penindakan, mereka juga meminta penyelenggara bertanggung jawab penuh atas kerusakan sosial yang terjadi.
Event “Beautiful Malino” sejatinya dirancang untuk mengenalkan kekayaan alam, budaya, dan potensi ekonomi lokal. Namun, tanpa pengawasan yang memadai, acara itu berisiko menjadi etalase kemaksiatan yang terang-terangan.
Kekhawatiran kini menguat: Jika tidak segera dievaluasi dan dikendalikan, Beautiful Malino bukan lagi kebanggaan, tapi luka yang ditanggung oleh masyarakat Gowa sendiri.
SUMBER BERITA : Notamerahnews.com