Permintaan restorative justice tersebut dituangkan dalam surat bernomor 62/B/LKBH Makassar/I/2025 dengan perihal Permohonan Restorative Justice Laporan Polisi Polsek Tanralili Nomor: LP/B/02/I/2025/SPKT/SEK.TANRALILI/RES Maros. LKBH Makassar meminta agar proses restorative justice dapat dilaksanakan pada Jumat, 31 Januari 2025, di Kantor Polsek Tanralili.
“Kami berharap surat permohonan restorative justice ini mendapatkan atensi dari Kapolsek Tanralili dan pelapor, agar kasus yang seyogianya diselesaikan secara kekeluargaan dapat diakhiri tanpa harus adanya laporan polisi,” ungkap Muhammad Sirul Haq, S.H., Direktur LKBH Makassar, ketika ditemui di Virendy Cafe, Telkommas Makassar, Sabtu (25/1/2025).
Surat tersebut ditujukan kepada Kapolsek Tanralili, Kanit Reskrim Polsek Tanralili, dan penyidik laporan polisi Nomor LP/B/02/I/2025/SPKT/SEK.TANRALILI/RES Maros. LKBH Makassar mengajukan permohonan berdasarkan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.
“Inikan utang piutang yang terindikasi perdata, bukan pidana. Jadi, kami berharap kasus laporan polisi ini ditutup dan diselesaikan dengan pelunasan tunggakan dana, apalagi sudah ada pembayaran atas utang pokok,” ujar Mulyarman D., S.H., Manager Penanganan Kasus LKBH Makassar.
Diketahui, utang piutang senilai Rp 600 juta sebagai utang pokok telah membengkak menjadi kewajiban pembayaran sebesar Rp 1,3 miliar. Surat permohonan tersebut juga ditembuskan kepada Kapolres Maros, Ka Sipropam Polres Maros, Ka Itwasda Polda Sulsel, Kadiv Propam Polda Sulsel, Kapolda Sulsel, hingga Komisi Kejaksaan.
LKBH Makassar berharap permohonan restorative justice ini dapat segera direspons demi penyelesaian kasus yang lebih adil dan berkeadilan bagi semua pihak.(Tim)